X

Ancient Delay, distribution

 

Chemical Brew
Sabrina
2021

Bunyi frekuensi rendah yang menghentak kerap diasosikan dengan denyut jantung manusia. Denyut jantung meningkat ketika tubuh melepaskan adrenalin yang disebabkan oleh kondisi stres, tertekan, takut, senang, atau berada dalam situasi yang menegangkan atau berbahaya. Sabrina meracik nada frekuensi rendah yang diilustrasikan dengan bunyi kick drum dengan dekorasi bebunyian synth dalam sebuah ‘hidangan’ yang ia beri nama Chemical Brew. Komposisinya yang didominasi oleh permainan ritmik bass drum, ia yakini dapat memacu adrenalin konsumernya.

Slendro (after Alvin Lucier)
Septian Dwi Cahyo
2019

Dalam karya fixed media ini, Septian mengubah efek pukulan instrumen Saron slendro menjadi efek pukulan yang lebih kompleks. Saron adalah salah satu instrumen gamelan Jawa, dan laras gamelan Jawa tidak memiliki standar baku seperti tuning yang baik (A4= 440hz), oleh karena itu laras satu gamelan akan berbeda dengan yang lain. Tuning yang tidak tetap ini menciptakan perbedaan interval mikro antarnada, dan ini dapat menyebabkan efek pukulan. Namun efek pukulan hanyalah fenomena acak, tidak berdasarkan alasan yang disadari. Berdasarkan fenomena acak di Saron ini, Septian menggunakannya sebagai bahan dasar yang dikembangkan dalam karya ini. Ia menganalisis frekuensi Saron slendro (slendro adalah salah satu dari dua sistem tuning dalam gamelan Jawa, 5 nada. Yang lain adalah pelog, 7 nada) dan menggunakannya sebagai tingkat frekuensi dasar yang dilapisi dengan frekuensi lain yang bergeser perlahan (‘moving additive sintesis’) yang dapat menciptakan efek suara yang lebih kompleks

Cut The Nail Off The Plank
Romizan Iqbal a.k.a Yomi
2021

Cut The Nail Off The Plank adalah potongan-potongan suara manipulatif yang diambil dan didedikasikan kembali kepada tukang kayu. Direkam dengan diam-diam, potongan karya ini akan ditujukan khusus untuk kerja-kerja akustik ekologi yang didasarkan dengan hasil praktik field-recording dan kolase suara. Pendengar diposisikan berada pada sudut-sudut tempat terdekat dengan objek-objek suara yang menghasilkan suara.

Pada praktik ini, meminjam istilah Bernard Stiegler dalam hipermaterialitas, bahwa ia melihat bentuk dan subjek masalah tidak lagi dilihat terpisah, pun juga tidak memperdebatkan kembali oposisi-oposisi biner seperti mesin atau manusia dan juga analog atau digital.

Alih-alih melihat bentuk visual dan bunyi sebagai bentuk yang sangat berbeda, Yomi memposisikan bentuk visual dan bunyi pada tempat serta pengaruh yang sama.

Panopticon
Ezrin Kartika Yudha a.k.a. Kalidante
2021

Dalam beberapa adat, Tato dibuat sebagai tanda pernyataan bahwa seseorang telah mencapai tingkatan tertentu dalam lingkungan sosialnya. Pada masyarakat perkotaan hari ini, gambar pada tubuh menjadi penanda atas suatu pernyataan seorang secara tak langsung di lingkungan ia tinggal. Karena pernyataan yang secara tak langsung itu, para pemilik tato mendapat pengawasan dari rezim tertentu dan menurunkan stigma negatif pada masyarakat hingga akhirnya sekelompok masyarakat turut melakukan pengawasan. Pada Panopticon, kreator yang merupakan seniman tato memperkenalkan komposisi ini sebagai impresi transgresif dari bunyi sebuah mesin tato. Benturan derap elektronis yang teratur dengan bebunyian abrasif yang liar dihadirkan secara sekuensial.

Transisick
Juan Arminandi
2021

Repetisi dilakukan untuk memberi penekanan pada suatu konteks dalam berkomunikasi. Pada doa atau mantra, harapan dilontarkan secara berulang dan menerus hingga kemudian apa yang diharapkan menjadi bagian dari diri para pelakunya. Pada sebuah ritual, bunyi yang repetitif hadir untuk mengiringi doa hingga membentuk bunyi yang kompositif secara komunal. Komposisi Transisick dikomposisi oleh Juan sebagai sebuah doa untuk dapat tetap semangat meraih kebebasan, dan tidak menyerah pada segala situasi. Pada dua lapisan bunyi ritmik yang repetitif diselipkan ambience yang secara bertahap mengantarkan pada nuansa yang transendental.

Gareteh
AGDG
Padang Panjang
2021

A tree without roots cannot grow. Ketika manusia kehilangan “akar”, mereka juga mulai layu — kehilangan keseimbangan dan landasan spiritual mereka. Terinspirasi dari hilangnya bunyi “baibo-ibo” di Payakumbuh, Sumatera Barat, AGDG membedah hubungan antara pelaku kesenian tradisi Talempong Pacik Aia Tabik dengan guru atau nenek moyang mereka melalui Gareteh.

Gareteh merupakan track yang lahir dari komposisi beberapa aspek bunyi yang dibiaskan melalui bidang batas dari beberapa media yang berbeda seperti tengkong dan peralatan elektronik. Bunyi yang bias ini kemudian melahirkan posibilitas terhadap transendensi spiritual di dunia modern yang dipercayai oleh para pelaku kesenian tradisi Talempong Pacik Aia Tabik sebagai media untuk berkomunikasi dengan guru atau nenek moyang mereka yang sudah tiada. Melalui track ini juga, AGDG mempertunjukkan analisanya terhadap permainan Tengkong yang terdapat pada kesenian tradisi Talempong Pacik Aia Tabik, Gua (repertoar) Talipuak Kampai.

Bolingu
Baséput
Palangka Raya

2021

Modernisasi membuat pembicaraan peradaban pada Suku Dayak Ut Danum mengalami pengaburan aturan, hukum, serta nilai-nilai luhur yang sejak dulu tumbuh subur dalam kehidupan mereka. Alhasil, peradaban dan kehidupan berbudaya yang luhur pun mulai luntur dan hanya dapat diresapi separuhnya. Dalam Bahasa suku Dayak Ut Danum yang berdialek Dohoi, “Bolingu” berarti “rindu”, Baseput menuturkan kerinduannya terhadap pesan dan budaya leluhurnya di Kalimantan Tengah melalui komposisi bunyi yang diramu melalui medium modular synthesizer.  

Sebagai sebuah komposisi, Bolingu meleburkan suara dari Buchla’s synthesizer dengan instrumen dari masyarakat adat yang dimodulasi sedemikian rupa sehingga menciptakan jeda dan gema. Sepanjang track, gelombang suara yang terkesan digetarkan melalui molekul udara yang bergetar maju-mundur tidak pernah benar-benar dirasakan “kepergiannya” melainkan hanya bergetar bolak-balik, berdiri kokoh sebagai lapisan terpenting dalam track ini.

Melalui komposisi tersebut, Baséput berharap dapat menangguhkan sementara budaya leluhur yang ia rindukan. Hingga pada akhirnya kelak, yang tersisa hanyalah masa sekarang yang absolut yang ia harap dapat ekstrasikan bersama untuk melihat masa depan.

Bunyi Tanah
(Flores Earthquake Data Sonification)

Rahmadiyah Tria Gayathri
Palu

2021

Bunyi ini berasal dari sonifikasi data gempa kepulauan Flores dalam rentang tahun 1961 – 2020, data tersebut diidentifikasi dan unduh dari arsip Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) yang kemudian diolah menggunakan perangkat lunak memanfaatkan teknologi Java. Audio yang diciptakan diolah dari parameter nilai tahun, bulan, magnitudo dan kedalaman gempa bumi yang direpresentasikan dalam intervensi instrumen glockenspiel dan marimba. 

Proyek interpretasi ini dirancang sebagai upaya untuk menerjemahkan data seismik pergerakan tanah Flores yang tercatat lebih dari 60 tahun dalam algoritma seni bunyi, bagi kami data kegempaan yang disebarkan oleh lembaga dan institusi yang dianggap berwenang selama ini gagal dan membuat jarak dalam upaya komunikasi sains kepada publik, kegagalan ini memicu lemahnya ingatan terhadap memori gempa dan ancaman bencana yang berulang. Flores sebagai lokus spesifik proyek ini menjadi salah satu kawasan yang cukup progresif dalam rentetan kejadian gempa dari skala yang sedang hingga yang paling besar tercatat pada Desember 1992. 

Kebudayaan orang-orang Flores yang sangat lekat dengan praktik seni bunyi menjadi permulaan yang menarik untuk membuka tawaran pembacaan data pergerakan tanah di tempat mereka bermukim. Musik dan bunyi yang lahir dan dirawat dalam kebudayaan orang-orang Flores menjadi semakin krusial dari kontribusi lembaga pendidikan seminari dan gereja-gereja katolik di Flores.

Jika selama ini bunyi dan musik bagi manusia digunakan sebagai alat komunikasi kebudayaan dengan beragam fungsi perayaan kehidupan dan duka cita, maka bunyi yang diciptakan dalam proyek ini mungkin saja bisa digunakan sebagai medium komunikasi yang merambat dalam sensor ingatan yang mulai kabur terhadap catatan gempa yang selama ini sering diabaikan.

XeuNeu
Rama Putratantra
Bandung
2020

Yang menarik dari mengamati ruang telantar ialah memperhatikan jejak-jejak aktivitas kehidupan yang pernah ada di dalamnya. Melalui benda-benda dan ruang-ruang yang tersisa, dapat dibayangkan lalu lintas dan keriuhan dulunya sebelum ia ditinggalkan karena suatu kemalangan. Karena juga meninggalkan suatu kemalangan, tempat yang ditelantarkan kerap dibumbui dengan mitos yang menciptakan suatu teror pada publik.

XeuNeu (kata slang untuk seneu dalam bahasa Sunda, atau api dalam bahasa Indonesia) adalah tajuk pertunjukan improvisasi musik elektronik live-set site spesifik Ramaputratantra di Kosambi, sebuah pasar tradisional yang ditinggalkan karena sebuah peristiwa kebakaran. Komposisi yang terdapat pada track ini merupakan rekaman langsung ketika Rama melepaskan kembali bunyi-bunyi rekaman suara aktivitas pasar yang diolahnya secara musikal menggunakan analog modular dan desktop synthesizer di suatu ruang di Pasar Kosambi. Terinspirasi oleh ide-ide Spatiotemporal, sebagai rangkaian karya Ramaputratantra dalam merespon tempat-tempat yang terlantar selama pandemi, bermuatan etnografis atau yang secara fisik memiliki akustik ruang yang unggul.

Bau Tanah
Ikbal Lubys
Yogyakarta
2021

Pengalaman indera yang hadir untuk mengangkut realitas objektif langsung ke pikiran biasanya disimpan dalam konsep yang sangat tersentralisasi pada pengalaman material. Pengalaman indera tersebut hadir sedemikian integral sehingga membentuk satu memori yang terstruktur. 

Tidak dapat dipungkiri, memori yang tersimpan di dalam sanubari biasanya dihadirkan dan didominasi oleh pengalaman indera penglihatan dan indera pendengaran. Namun melalui track ini, Ikbal Lubys ingin berbagi pengalaman tentang masa kecilnya yang sangat suka dengan aroma hujan. Ikbal berangkat dari memori yang terbentuk melalui pengalaman tiga indera sekaligus; penciuman, penglihatan dan pendengaran. Tiga pengalaman tersebut dikomposisi menjadi satu kesatuan bunyi yang melahirkan satu dejavu yang cukup kuat dan membawa Ikbal kembali menapaki jejak-jejak masa kecilnya.

Dengan mengolah komposisi melalui gitar electric yang sudah di sealing dengan ruber dan kemudian ditempatkan ditengah kebun pada saat hujan, Ikbal mengolah bunyi yang repetitif namun dinamis dari kontak air hujan dengan dawai dawai gitar, ditambah adanya sesekali suara guntur yang tertangkap oleh sensitivitas pickup gitar dan kemudian teramplifikasi melalui beberapa filter di DAW.

Orang Piaman
Rani Jambak
Serdang Bedagai

2021

Monen adalah pemain rabab batok kelapa tradisi terakhir yang ada di Pariaman, Sumatera Barat. Hilangnya ketertarikan dan sulitnya mencari bahan dasar pembuatan rabab batok kelapa ini membuat generasi akan segera terputus. Dalam karyanya, Rani Jambak mengolah kembali hasil rekaman dan menceritakan kembali bagaimana keadaan orang piaman masa kini. Sebagai wilayah pesisir dari alam Minangkabau, Pariaman atau Piaman memiliki kekayaan laut yang berlimpah. Pengerjaan karya ini dilakukan dengan field recording dan pengelolaan suara dalam teknik komposisi musik elektronik.

Tofusadai
Room Temperature Project
Batam

2021

Era kelebihan informasi membuat otak kita bekerja lebih berat dari sebelumnya. Meminjam proposisi Daniel Levitan dalam bukunya “The Organized Mind”, pada era ini kinerja otak kita akan diserang dengan informasi yang menyamar menjadi fakta, fakta semu, omong kosong, dan rumor. Dengan mencoba mencari tahu apa yang perlu kita ketahui dan apa yang bisa kita abaikan, kinerja otak kita menjadi dua kali lebih berat.

Track ini lahir dari keresahan Room Temperature Project tentang bagaimana ia sebagai individu kehilangan fokus atas banyak hal lain karena padatnya gelombang informasi yang berusaha otaknya resap setiap hari. Ditambah lagi dengan padatnya pekerjaan, ia mengalami kecemasan antisipatori yang menurutnya tak lagi bisa diabaikan. Dalam track ini, kecemasan tersebut dimanifestasikan melalui lapisan bunyi ambient yang secara atmosferik ia olah dengan kontras namun konsisten dengan suara bising.

Bersekutu
Ananda Arianto
Solo
2021

Saat kita menavigasi kehidupan komunitas manusia, perhatian kita akan sering luput dari apa yang dikomunikasikan oleh ruang fisik tentang budaya kita. Kita dapat memastikan keberadaan ruang fisik dengan menyadari apakah penghuni ruang tersebut dapat terhubung satu sama lain namun disisi lain, kita sering melupakan proposisi apa yang ditawarkan ruang tersebut atau apa yang menjadi hasrat mereka. Hal ini kemudian melahirkan pemahaman bahwa jika kita mencoba untuk berkomunikasi dengan ruang fisik, akan ada peluang untuk interaksi energi antara manusia dan ruang yang lebih intim. 

Ananda Arianto melalui track ini mencoba untuk bercerita tentang bagaimana interaksi tersebut tercipta. Interaksi yang terjadi tanpa disadari, memungkinkan terjalinnya energi antara manusia dengan ruang/benda disekitar. Dengan menggunakan “Bersekutu” sebagai medium, Ananda mencoba mengkomunikasikan hasrat dari ruang/benda tersebut. Sebagai sebuah perwujudan karya, “Bersekutu” menyajikan hubungan bunyi noise melalui instrument bebunyian dengan pengalaman atmosferik dalam balutan low-pitched ambient. Hubungan bunyi ini membuat “Bersekutu” terkesan lahir dari dualisme privat dan komunal. Hal ini kemudian membuat track ini melampaui pemahaman terhadap pengalaman interaksi manusia dan ruang fisik.

The Golden Record: Upaya Menuju Bintang (remix)
Taufiqurrahman “Kifu”
Palu

2021

The Golden Record (rekaman fonograf, plat tembaga 12 inci ) berisi gambar, musik, bunyi, dan vokal pilihan yang diproyeksikan untuk merepresentasikan keberagaman budaya dan kehidupan di planet Bumi. Rekaman ini dibawa oleh Voyager 1 & 2 (1977), yang kini telah menempuh perjalanan  paling jauh 154.90769859 AU (saat teks ini diketik), atau sekitar 23173861864.1014 km dari Bumi. Misi Voyager menjadi objek sekaligus media komunikasi buatan manusia terjauh yang kini telah memasuki ruang antar bintang. 

Arsip konten The Golden Record dapat diakses di website resmi NASA.

Sebagian materi visual tidak terpublikasikan sehubungan dengan urusan hak cipta. Tapi berbeda dengan materi bunyi yang semua daftarnya bisa didengarkan.

Bebunyian yang diseleksi dan dihadirkan oleh The Golden Record merupakan soundscape dari aktivitas alam, manusia, dan mesin, yang direkam puluhan tahun lalu untuk menggambarkan peristiwa kehidupan sekarang di masa depan. Mereka tertunda sambil melebur dalam waktu. Sehingga aktivitas produksi, distribusi dan kapan ia dikonsumsi adalah hal-hal yang paralel di ruang-ruang tertentu. Oleh karenanya, apa yang ditampilkan akan selalu provokatif terhadap kenyataan di saat itu juga.

Praktik di karya komposisi ini mencoba mengintervensi soundscape di The Golden Record melalui pendekatan read-write culture (remix). Sebagai pembacaan terhadap ketertundaan dan peleburan dalam konsep produksi representasi. Juga sebagai tawaran alternatif terhadap distribusi images yang terbingkai oleh agensi antariksa negara.

Pierced by Grief
Nur Sabar Oktavani a.k.a. SAABA
Tangerang
2020

Pierced by Grief merupakan representasi kegelisahan SAABA terhadap rasa duka yang terus datang secara kumulatif. Rasa duka tersebut diolah oleh SAABA menjadi satuan bunyi yang kompleks. Melalui kombinasi antara instrumen shaker dan pedal efek gitar, ia mencoba untuk menyuarakan kegelisahannya tentang rasa duka melalui komposisi bunyi yang disusun secara abstrak melalui tabrakan-tabrakan bunyi noise yang konsisten. Sepanjang track, kita dipaksa untuk memahami konsep finalitas dan konsekuensi dari rasa duka serta dihempaskan tanpa daya pada gelombang emosi yang kuat melalui kebisingan bunyi yang terkesan tak lazim namun terukur. Melalui track ini juga, SAABA seperti memberikan kerangka kerja untuk membantu reseptornya memahami konsep bereavement, grief, dan mourning

Jeng Sri (Ngangon Kaedan 3)
Gema Swaratyagita
Tangerang

2020

Ide karya Jeng Sri diambil dari sosok Dewi Sri sebagai dewi ibu dan dewi padi. Dewi Sri sebagai Dewi Padi, kami mengangkat peristiwa Nutu Nganyaran, yaitu proses setelah panen padi di Kasepuhan Ciptagelar Banten Kidul, mulai menumbuk padi, menanaknya, hingga dihidangkan yang dilakukan oleh para ibu dengan sejumlah prosesi adat. Sosok Ibu yg menjaga padi dan seisi bumi. Sebagai dewi ibu, Dewi Sri dijelmakan sebagai Jeng Sri, menjaga bumi dan seisinya, selayaknya ibu menjaga keluarganya. Menjadi sosok yang mendengarkan segala ‘suara’ para ibu di muka bumi ini. 

Karya ini melibatkan partisipasi sejumlah ibu secara acak, yang mengungkapkan hal-hal yang ingin diutarakan jika mereka bertemu JENG SRI sebagai dewi ibu. Naskah partisipatif tersebut diolah menjadi olahan bunyi kata sebagai bagian dari komposisi. 

Perpaduan suara vokal dan alat bebunyian non konvensional, yaitu padi, beras, sayur mayur dan peralatan memasak juga keterlibatan soundscape, menjadi kekuatan di karya Jeng Sri ini. Selain pengolahan bebunyian tersebut, pertunjukkan karya Jeng Sri ini melibatkan seni performa didalamnya, yang diolah menjadi satu kesatuan karya. Karya ini merupakan bagian dari seri ke 3 Ngangon Kaedan, yaitu karya yang berbasis ide Dongeng.

Karya ini pertama kali ditayangkan di Musim Seni Salihara 2020 dan dimainkan oleh Laring Kolektif.

A – G.E.M.A
Glibly Ninja
Bandung
2020

Saat gelombang suara mencapai ujung mediumnya dan kemudian dipantulkan, ia akan melahirkan perilaku tertentu. Ujung medium yang begitu variatif akan menghasilkan persepsi gelombang suara yang kadang sama kadang berbeda. Gema sendiri lahir dari persepsi gelombang suara yang dipantulkan tersebut. Ia terefraksi, terefleksi dan/atau terfraksi oleh interaksi antara dimensi ruang dan waktu yang ia lalui.

Glibly Ninja melalui A-G.E.M.A menawarkan proposisi tentang “apabila esok adalah resonansi gema yang kita hantarkan, tidak ada celah untuk membelokkan gelombang. Sedangkan titik pasak pemancar tersebar semakin besar. Kami penghantar dan kami pula penerima. Esok akan masih ada selama jangkauan meluas.”

Proposisi ini terasa relevan ketika disandingkan dengan track yang disajikan dengan dekorasi synthwave drum yang diolah secara selaras dengan bebunyian noise. Sebagai sebuah komposisi, track ini terasa disusun secara sekuensial dan konsisten untuk menjaga proposisi yang ditawarkan oleh Glibly Ninja.

Min’na-girai
Tesaran
Makassar
2020

Kebencian terhadap diri sendiri membuat proses eksplorasi terhadap emosi menjadi kompleks. Konsep tentang ketidakmampuan dan rasa bersalah menjadi pedoman yang dipegang secara terus-menerus dan kemudian melahirkan anonimitas serta deindividuasi terhadap seorang pribadi dalam proses berkehidupan sosial.

Melalui track ini, Tesaran memberikan penerangan tentang bagaimana gejolak emosi dalam diri seorang individu melahirkan self-hatred. Tidak berhenti disitu, olahan bunyi noise dan shriek/yelling-composing yang konfliktual sepanjang track membuat tafsiran tentang penolakan dan deindividuasi seorang pribadi dalam proses kehidupan sosial tergambar cukup konstan.

Danyang Roro Jonggrang
Graea
Yogyakarta
2021

Dalam bukunya yang lumayan menggugah pemikiran, ‘The Storytelling Animal’, Jonathan Gottschall membangun sebuah narasi yang meyakinkan bahwa secara alami kita semua adalah pencerita. Dalam buku tersebut, Gottschall berargumen bahwa sebuah “cerita” mengandung konteks narasi yang luas, tidak terbatas hanya pada teks. Sebuah narasi dalam cerita dapat dibangun dengan medium gambar, aroma dan bahkan bunyi. 

Graea melalui Danyang Roro Jonggrang mencoba untuk membangun sebuah narasi sugestif tanpa teks dengan menggunakan bunyi sebagai medium nya. Sebagai sebuah perwujudan karya, interpretasi reseptor yang luas dibatasi dan diarahkan dengan susunan derap bebunyian synth, suara senandung dan bunyi noise yang diolah dalam kerangka berpikir naratif sebagai basisnya. 

Tune into Nature (Menala Alam)
Etza Meisyara
Bandung
2021

Tune Into Nature (Menala Alam) adalah karya Etza Meisyara yang lahir melalui proses perenungan di alam terbuka untuk menangkap “getaran-getaran alam”. Dalam perenungan yang personal tersebut, Etza menjalankan proses menala: penyesuaian pikiran, perasaan, dan kondisi-kondisi fisik maupun psikologis di dalam dirinya dengan ‘tangga nada alam’. Ia percaya bahwa semesta, bahkan dalam keadaan sunyi sekalipun, sesungguhnya tak henti-hentinya memperdengarkan bunyi dan nyanyian. Tak banyak dari kita yang menyadari bagaimana alam sekitar selalu mengirimkan penanda yang bermakna. Melalui karya-karya nya Etza ingin menciptakan medium untuk mematerialisasikan semua proses tersebut. 

Dalam kerangka kerja ‘menala’, Etza secara berurutan memulai proses artistik dengan bertindak bagaikan sebuah antena yang menerima gelombang atau ‘frekuensi tanda-tanda’, sebagai gudang yang menyimpannya dalam bentuk ingatan, menjadikan diri sebagai filter yang menyaring, lalu menjadi pemancar yang mengalirkan kembali tanda-tanda itu ke dalam ekspresi inderawi: Sebuah bahasa artistik yang dimediasi oleh tubuh dan materialitas benda-benda. Dalam praktik artistik yang ia terapkan, menala bukanlah suatu tindakan pra-reflektif, apalagi melulu berkaitan dengan prosedur persiapan untuk memainkan suatu komposisi (musik) belaka. Alih-alih, tindakan itu menjadi inti dari keseniannya selama ini. 

 

Kosdalono
Maria Christina Silalahi
Bekasi/Yogyakarta

2021

Bahasa merupakan simbol atau tanda peradaban yang kita gunakan untuk memperbaiki ide, merenungkannya, dan menyimpannya untuk diobservasi. Melalui hal tersebut bahasa melahirkan tingkat penalaran abstrak yang tidak akan kita miliki sebaliknya. Filsuf Peter Carruthers dalam essainya Language, Thought and Consciousness berpendapat bahwa ada jenis pemikiran linguistik batiniah eksplisit yang memungkinkan kita membawa pikiran kita sendiri ke dalam kesadaran. Kita mungkin bisa berpikir tanpa bahasa, tetapi bahasa membuat kita tahu bahwa kita sedang berpikir. 

Karenanya bahasa itu tidak pernah ada yang mutlak. Ia adalah percampuran dari yang lainnya. Kalau begitu, bagaimana dengan bahasa sebelum kita mengenal bahasa? Melalui Kosdalono, Maria SIlalahi mencoba untuk mengangkat diskursus tentang bahasa sebagai modul input dan output untuk proses kognitif terjadi. Kosdalono yang lahir dalam balutan soundscape dan olahan suara dokumentatif menjadi begitu relevan jika kita simak dalam kerangka poststruktural. Studi bahasa adalah studi tentang pemikiran yang bergerak diatas sistem atau struktur yang taken for granted.. Kosdalono melalui tracknya memiliki dua konsekuensi yang sangat penting. Pertama, menempatkan bahasa sebagai pusat panggung dalam ilmu kognitif; kedua, memberikan sanksi terhadap perubahan bahasa yang telah begitu mendominasi filsafat di abad kedua puluh.

Muted
Chairul Kareem aka Womboom
Batu

2020

Muted merupakan track yang lahir untuk merangkum beberapa repetisi peristiwa, mengenai pembungkaman – pembungkaman suara. “Dalam diam pun pikiran selalu menyalak serupa anjing – anjing penjaga yang waspada pada bahaya di depan mata.”

Melalui gaya cut-up harsh noise, Kareem mengolah suara-suara harsh noise dalam perangkat elektronik Waveformer menjadi satu kerangka yang repetitif dan chaotic. Track ini juga terasa begitu relevan ketika ditafsirkan dalam kerangka usaha pembungkaman terhadap suara ekspresi opini dan proses pengendalian predisposisi.

Mo-Lo-Yu
Reza Zulianda
Pontianak
2021

Robert Hoft dalam jurnalnya “Rendering the Sense More Conspicuous: Grammatical and Rhetorical Principles of Vocal Phrasing in Art” menyatakan bahwa 200 tahun lalu, komponis tidak membawakan teks notasi resitatif, arias, dan lagu secara harfiah. Komponis terdahulu lebih melihat peran mereka sebagai salah satu kreasi ulang daripada interpretasi sederhana. Akibatnya, mereka mengubah teks-teks di hadapan mereka dengan memvariasikan unsur-unsur ekspresi yang dikenal dalam budaya suara mereka. 

Mo-Lo-Yu lahir atas dasar impresi Reza Zulianda terhadap teks Sastra Lisan Bedande’ dari Sambas, Kalimantan Barat. Ketertarikannya atas bunyi dari kata dan gramatikal kalimat mendasarinya mengolah teks tersebut menjadi satu perwujudan karya yang memiliki basis vokal. Sepanjang track, kecenderungan bunyi yang berdengung dan berdesis menjadi material yang dikelola secara khusus dan menjadi lapisan yang krusial. Track ini menghadirkan pengalaman transendensi spiritual yang cukup tidak terlupakan bagi reseptornya.

Hyperkembangan X
Dion Nataraja
Bennington

2021

Upaya untuk meregangkan konsep irama dengan mengeksplorasi liminalitas antara pulse dan noise menjadi inti dari karya ini. Ide ini, yang berasal dari gamelan Jawa Tengah, mengatur kepadatan temporal dalam sebuah karya; mulai dari irama lancar dengan satu ketukan saron panerus per nada balungan, hingga irama rangkep dengan enam belas ketukan saron panerus per nada balungan. Hyperkembangan didasarkan pada sebuah pertanyaan sentral: bagaimanakah bunyi irama tingkat yang sangat tinggi, di mana nada-nada balungan sangat jarang, sedangkan elaborasinya sangat padat? Situasi hipotetis ini membawa Dion Nataraja untuk mengkonseptualisasikan sebuah karya berdasarkan perkembangan dari pulse, ke bunyi yang kompleks (diwakili oleh harmoni spektral), ke noise—noise di sini berfungsi sebagai representasi dari kelebihan beban di bagian elaboratif. 

Karya ini dimainkan dengan dua gendèr dengan penyetelan berpasangan yang terdiri dari sistem 14 nada yang disesuaikan yang dapat mengakomodasi harmoni spektral (berdasarkan spektrum nada 1 pada gendèr yang dipukul dengan palu keras) dan berbagai manipulasinya. “X” dalam judul—serta referensi ke “Polyphonie X”-nya Boulez—menunjukkan semacam perusakan budaya, di mana konten baru dikenakan pada memori budaya musik, namun tetap mempertahankan bagian dari ingatan tersebut; bentuk palimpsest musik.

Coarse 5
Adythia Utama
Jakarta
2020

“Coarse 5” adalah salah satu dari 6 lagu buatan Individual Distortion yang diambil dari split album dengan RAVVPOWER “DESTRUCT MASS COARSE IDEALISM”. Melalui karya ini, Adythia Utama menyuguhkan sebuah olahan bunyi yang menggabungkan elemen breakcore, cybergrind hingga harsh noise. 

Seperti judulnya, Coarse 5 merupakan track yang selama 3 menit 15 detik memberikan pengalaman bunyi yang kasar dan berkualitas rendah dengan sampling drum loop favoritnya, amen break sebagai lapisan paling krusial dalam track ini.

Genggong Berhala Regenerasi Energi Ghaib
Toyol Dolanan Nuklir
Surabaya

2021

Genggong adalah berhala yang tercipta secara takdir dengan perwujudan seperti cerita musa dan samiri. Berhala ini bisa mengeluarkan bunyi dan berfrekuensi untuk menyedot beberapa energi negatif dan memecahkan energi tersebut ke partikel energi positif. Pada faktanya ketika pertunjukan berlangsung sering kali beberapa audiens yang membawa energi negatif menjadi kerasukan karena gesekan frekuensi. Bahkan, setelah pertunjukan selesai pun energi tersebut masih bekerja.

Pancarobah
Karnivulgar
Surabaya

2021

Karnivulgar melalui olahan bunyi yang dinamainya “Pancarobah” mencoba untuk merefleksikan peristiwa saat peralihan musim kemarau ke musim hujan di mana ada perubahan-perubahan yang harus terjadi pada setiap lapisan kebiasaan dalam proses kehidupan. Perubahan kebiasaan yang lahir pada masyarakat perkotaan seperti kebiasaan berkendara hingga berpakaian menjadi satu perubahan yang cukup intens dan dapat dirasakan. Tak hanya di kota, perubahan tersebut juga menjamur hingga ke masyarakat di area pertanian, mulai dari penyesuaian tanaman musim hujan hingga larisnya para penjual minuman-minuman hangat. Pergantian musim kemarau ke musim hujan seakan banyak membawa berkah meski juga disertai bencana banjir yang disebabkan oleh hutan-hutan yang kini sudah tidak berakar lagi.

Sebagai sebuah komposisi, Pancarobah menyajikan hubungan tekstur bunyi bernuansa atmosferik dalam balutan bunyi noise sebagai mediumnya. Sepanjang track, hubungan bunyi dalam gaya drone noise yang saling bertabrakan namun terstruktur membuat “Pancarobah” terkesan lahir dari dualisme privat-komunal dan/atau rural-urban. Hal ini kemudian membuat track ini cukup representatif dalam menggambarkan ruang interaksi manusia dengan alam dalam konteks musim transisi.

RELIK #1
Monica Hapsari
Tangerang
2021

Relik adalah satu olahan bunyi yang mencoba memahami konsep Prima Causa sebagai penyebab yang pertama, tanpa ada penyebab yang menyebabkan keberadaannya. Ia lahir dari dampak tindakan dan reaksi yang tak terbatas. Dalam kerangka ini, bunyi dilihat sebagai fragmen dari masa lalu yang mengandung muatan penting untuk memberikan pemahaman tentang apa itu penyebab yang pertama.

Dalam track ini, bunyi hadir dalam bentuk vokal sebagai esensinya. Sebagai salah satu alat musik paling kuno dalam sejarah umat manusia, vokal dahulunya digunakan sebagai medium untuk memanjatkan mantra dan nyanyian. Sisa-sisanya memang masih ada, tetapi pemahaman esensial tentang vokal memudar seiring berjalannya waktu. Monica melihat bahwa saat ini vokal memiliki peran utama dalam proses pembuatan lagu populer. Namun. peran yang begitu dominan ini secara paradoksikal mereduksi eksplorasi potensi vokal itu sendiri. 

Sebagai sebuah komposisi, sampel bunyi yang digunakan Monica dari suara white noise dari sinyal TV dan The Sound of The Big Bang Simulation (Planck Version, 2013) yang dibuat oleh Professor John G. Cramer bersama dengan vokalnya sendiri ditambah dengan adanya eksplorasi bunyi dengan medium singing bowls dan sekuenser digital memberikan pengalaman transendensi spiritual yang cukup intim dan memorable. Track ini menciptakan pengalaman yang relevan tentang vokal sebagai alat yang solid untuk berinteraksi dengan frekuensi tubuh, pikiran, jiwa dan bahkan alam semesta.

 

Credit:
Various vocals, metal bowl, singing bowl, white noise from TV signal, Sound of The Big Bang Simulation (Planck Version, 2013, John G. Cramer), digital sequencer

Vocals, bowls, recording engineer, composition: Monica Hapsari

Mixing & Mastering: Tomy Herseta

Vomit
WAHN
Solo
2021

Upaya untuk membahas tentang semua isu lingkungan seperti pembakaran hutan, perampasan lahan, polusi pabrik, dan deforestasi dapat dirasakan melalui karya bunyi sepanjang lima menit yang disebut Vomit. 

WAHN melalui Vomit, mencoba untuk menangkap pengalaman bunyi yang cukup kasar dan mentah dengan melakukan metode rekaman live tanpa melalui proses editing dan mixing. Melalui gaya cut-up harsh noise, Vomit mencoba mengolah runtutan bunyi noise yang chaotic dan dinamis menjadi satu kerangka bunyi yang cukup dramatis jika ditafsirkan dalam kerangka environmentalisme tentang keadaan bumi yang sedang tidak baik baik saja. 

Pesan WAHN untuk para reseptor adalah “Kencangkan sabuk, siapkan paper bag karena trek ini melesat seperti roller coaster dan menyalak seperti K-9 Unit yang akan membuat perasaan mual dan muntah!”

Sound Semiotics of Kasihan
Manshur Zikri

Jakarta/Yogyakarta
2021

Ancient Delay, dalam logika bahasa Indonesia, agaknya lebih tepat diartikan sebagai “kumandang bebunyian kuno”. Konon, bebunyian tidak akan pernah hilang dari alam semesta. Yang terjadi ialah pengendapan bunyi, seiring dengan menurunnya frekuensi dari bunyi itu sendiri. Oleh karena itu, ada yang berkeyakinan bahwa bebunyian-bebunyian yang terjadi di masa lalu, di zaman kuno, sebenarnya masih bergetar hingga hari ini. Hanya saja, frekuensinya telah menurun drastis ke tingkat yang tak bisa lagi didengar dengan indra manusia biasa. Dengan kata lain, mustahil untuk mendengar bebunyian masa lalu.

Akan tetapi, hari ini adalah masa lalu bagi masa depan. Proyek “Semiotika Bunyi Kasihan” mencoba merefleksikan kemungkinan itu. Bahwa, bebunyian yang kita dengar hari ini, bebunyian yang ada di lingkungan sekitar sehari-hari, suatu saat akan menjadi bebunyian kuno di masa depan. Maka, “Semiotika Bunyi Kasihan” adalah sedikit kumpulan dari bunyi-bunyi kuno masa depan.

“Semiotika Bunyi Kasihan” adalah bagian dari proyek jangka panjang “BUNYI Sound-Archive Project” yang saya gagas untuk mempelajari fenomena bunyi sehari-hari melalui alat rekam audio apa adanya. Secara khusus mengambil situs di daerah Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kumpulan rekaman bunyi dalam kompilasi ini mengacu pada kejadian-kejadian di sekitar rumah saya yang berlokasi tepat di Dukuh Kembaran, Kelurahan Tamantirto. Ini adalah rekaman bunyi tentang peristiwa-peristiwa kehidupan bertetangga, tentang keseharian domestik, tentang keluarga kecil, dan tentang binatang-binatang ternak.

 

TENTANG ANCIENT DELAY

Suatu kebiasaan semulanya terbentuk dari ragam faktor yang tersedia dilingkungannya untuk suatu capaian dan manfaat. Kebiasaan dapat berubah baik karena perluasannya sendiri, maupun dipegaruhi bermacam kebiasaan yang dipaksa masuk dari lingkungan berbeda yang dapat membelokan manfaat dan capaian yang dirancang pada awalnya.

Ragam kebiasaan baru dan teknologi yang hadir telah mengubah cara hidup masyarakat hari ini, termasuk dalam hal berkomunikasi. Manusia terdahulu menggunakan tubuhnya; berteriak, meniup, memukul, dan memetik instrumennya untuk memperoduksi bunyi sebagai pesan. Hari ini, manusia menciptakannya melalui perangkat digital. Pesan yang dihasilkan mungkin akan sama, namun tentu akan diterima dengan pengalaman yang berbeda.

Membicarakan sesuatu yang bersifat “delay” tak lepas dari sesuatu—bisa juga penyebab—yang distortif. Kata “delay” memiliki dimensi waktu; ia membicarakan masa lampau, masa kini, dan masa depan secara bersamaan. Uniknya, waktu dalam kata ini adalah waktu yang membaur sehingga tidak ada garis demarkasi yang jelas antara yanglampau, yang kini, dan yang nanti. Kata “delay” juga mengindikasikan bahwa sesuatu—dalam hal ini bunyi—tidaklah hilang. Ia tetaplah ada, namun tidak dapat diidentifikasi kapan keberadaannya akan diterima oleh reseptor.

direktur prorgram Robby Ocktavian   manajer program Prashasti Wilujeng Putri
koordinator distribusi karya mingguan Syahrullah “Ule”   koordinator album musik eksperimental Robby Ocktavian
database Theo Nugraha   publikasi Syahrullah   teks Charderry Pratama, Prashasti W Putri, Robby Ocktavian, Theo Nugraha   Keuangan Melisa Aprilani